PBHI Jogja Mengutuk Keras Pembredelan Kebebasan Berekspresi Seniman

PASARKAYU
IFMAC 2025 | JAKARTA

Yogyakarta, INAMEDIA.id – Kebebasan berekspresi haruslah dijamin oleh pemerintah terlebih kebebasan tersebut tertuang dalam sebuah karya seni.

Melihat kasus pembredelan lukisan perupa senior dari Yogyakarta Yos Suprapto oleh Galeri Nasional Indonesia (GNI) menjadi preseden buruk atas hak dalam menyuarakan kebebasan berekspresi bagi masyarakat.

IKLAN

Di ketahui Pameran lukisan karya Yos bertema Kebangkitan Tanah untuk Kedaulatan Pangan dibatalkan tiba-tiba oleh pihak Galeri Nasional.

Kepala Divisi Advokasi Non Litigasi PBHI Yogyakarta Saktyaksa Restu Baskara Nendra mengatakan pembredelan sebuah karya seni seperti yang dialami oleh Yos Suprapto sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dimana hak berekspresi seseorang.

“Pembredelan itu masuk dalam katagori pelanggaran HAM dimana hak berekpresi seseorang dalam menyampaikan sebuah kritik atau pun gagasan dalam bentuk lukisan atau pun karya seni melalui praltfom apa pun,” kata Restu saat di Hubungi INAMEDIA.id, Senin, (23/12/2024).

Baca juga: Seni Terlarang Yos, Bahaya Laten Neo Orba

Restu juga mengatakan dengan kasus Yos Suprapto ini menandakan buruknya ekosistem kesenian di Indonesia, yang menurutnya seniman tidak diberikan kebebasan berekspresi.

“Pembredelan ini menjadi preseden buruk bagi dunia kesenian di Indonesia karena seniman tidak diberikan ruang dalam berekspresi,” tambahnya.

Dari apa yang dialami Yos Suprapto dan beberapa seniman di tanah air, PBHI Jogja mengutuk pelanggaran atau pun bentuk pelarangan berekspresi seseorang ataupun kelompok yang dilakukan oleh negara.

“Yang jelas kami PBHI mengutuk dan mengecam tindakan pembredelan itu, dan kami menuntut kepada negara agar memberikn kebebasan setiap warga negara dalam mengungkapkan ekspresi nya dalam bentuk apapun dan itu sudah dilindungi oleh undang-undang,” jelas Restu.

Baca juga: Mengenal Sejarah Es Batu di Indonesia yang Sempat Menjadi Sajian Mewah Masa Kolonial

Pembredelan atau pelarangan atas kebebasan berkesenian oleh seniman di Indonesia sejak bergulirnya reformasi bukan hanya dialami oleh Yos Suprapto saja namun juga sering dialami oleh banyak seniman.

Sejarah perjalanan seni dan budaya Indonesia juga merekam berbagai peristiwa serupa yang terjadi pada seniman, tidak hanya di seni rupa, namun juga terjadi di seni pertunjukan, film, musik, sastra, bahkan seni tari.

Dramawan WS. Rendra, Penyair Wiji Thukul, Perupa Semsar Siahaan, Sutradara Judy Soebroto dan masih banyak lagi seniman Indonesia yang mengalami pembredelan atau pelarangan dalam mengekspresikan karya seninya.

Baca juga: Libur Nataru dan Tantangan Dispar Gunungkidul Dalam Peningkatan Kualitas Pariwisata

Pelarangan terhadap karya seni mengingatkan pada peristiwa pelarangan karya sutradara muda Daniel Rudi Haryanto yang sering di sapa Rudi Gajahmada, seorang perupa sekaligus sineas lulusan Fakultas Film Institut Kesenian Jakarta. Karya filmnya tak hanya sekali dilarang atau pun gagal dipertontonkan pada khalayak ramai, dua karya filmnya yang berjudul Prison and Paradise (2010) dan Maha Guru Tan Malaka (2017) juga dilarang diputar untuk umum dan diberhentikan pada saat road show oleh aparat negara.

“Kasusnya pelukis Yos ini kan bukan yang pertama republik ini berdiri, banyak para perupa atau sineas yang karyanya dilarang oleh pemerintah, apakah itu bentuknya lukisan seperti punya nya Yos, atau karya seni dalam bentuk film, seperti dua film saya yang dilarang oleh Lembaga Sensor Film pada tahun 2010 dan 2017 silam,” kata Daniel Rudi Haryanto saat INAMEDIA.id menghubunginya melalui sambungan telepon. Minggu, (22/12/2024).

IFMAC 2025 | JAKARTA
FLOORTECH INDONESIA 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

IFMAC 2025 | JAKARTA