Gunungkidul (DIY), INAMEDIA.id – Nyadran adalah sebuah tradisi ritual adat yang dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Jawa yang didalam prosesinya dilakukan pada sebuah tempat atau lokasi yang di anggap sakral atau memiliki cerita sejarah bagi lingkungan masyarakat yang melaksanakannya.
Seperti halnya, tradisi adat Nyadran Semilir, yang dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Padukuhan Pringombo, Kalurahan Natah Kapanewon Nglipar, Gunungkidul. Mereka mengadakan adat tradisi tersebut di sebuah tempat yang dianggap memiliki sejarah peradaban yang tinggi yaitu di area pasarean (Makam) Eyang Purbo Kusumo, Eyang Purbo Sejati yang merupakan putra dari Pangeran Mangkubumi ke V pada sekitar tahun 1468 M dan makam Syech Ibrahim yang hidup di sekitaran tahun 1755 M (dikutip dari keterangan Narasumber Suparyanto).

Menariknya, prosesi adat tradisi nyadran tersebut dilaksanakan diarea pemakaman yang berada di sebuah bukit berketinggian 780 meter diatas permukaan laut (MDPL), sebuah bukit tertinggi di Gunungkidul kedua setelah bukit Embung Batara Sriten yang berada di Kalurahan Pilangrejo, Kapanewon Nglipar.
Menurut keterangan sesepuh adat diwilayah tersebut Simbah Wasiman (70), bahwa tradisi yang sudah masuk generasi kelima pergantian juru kunci tersebut dilakukan rutin setiap setahun sekali setiap hari Senin Legi rata rata pada bulan Besar (tahun jawa) dan harus dilaksanakan setelah warga masyarakat menyelesaikan aktivitas pertanian panen ke dua. Selain itu, nyadran yang dilaksanakan, kata Mbah Wasiman, merupakan rangkaian acara bersih dusun (Rasulan) yang rutin dilaksanakan pada setiap tahunnya.
Prosesi adat Nyadran sendiri, menurutnya, dilaksanakan berurutan dimulai pada hari Minggu sore dan dilanjutkan pada pagi harinya yaitu Senin pagi dan diakhiri dengan kenduri bersama pada siang harinya.
Tidak hanya masyarakat sekitar yang mengikuti adat tradisi Nyadran Semilir tersebut, bahkan warga dari luar Kabupaten Gunungkidul seperti halnya dari Kabupaten Klaten, Sukoharjo, Boyolali serta daerah yang lain berdatangan untuk mengikuti prosesi adat tradisi nyadran tersebut. Mereka yang datang, kata Mbah Wasiman, dalam adat tradisi Nyadran tersebut memiliki beragam tujuan untuk kebaikan yang diwujudkan dengan berkirim doa dilokasi pasarean tersebut yang diyakini merupakan sebuah tempat yang memiliki petuah tinggi bagi mereka yang datang mengikuti sebuah prosesi adat tersebut.
“Warga masyarakat ingkang dugi biasanipun mbeto uborampe kados Panggang ayam , Ingkung lan buah buahan kadosto Pisang Rojo, buah Salak, Apel lan sanesipun (Warga masyarakat yang datang biasanya membawa beragam makanan seperti Panggang Ayam, Ingkung serta buah buahan seperti Pisang Raja, buah Salak, buah Apel dan sebagainya,” tuturnya.
Sementara itu Ristadi, Kepala Dukuh Pringombo, Kalurahan Natah di sela sela prosesi adat tradisi nyadran turut menuturkan, adat tradisi nyadran dilaksanakan merupakan sebuah bentuk ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang melimpah yang diwujudkankan ke dalam sebuah bentuk sedekah berupa makanan diiringi berkirim doa yang diperuntukkan bagi para leluhur mereka.
Ristadi pun berharap, agar adat tradisi yang seperti ini tetap harus dilestarikan, karena menurutnya, hal tersebut merupakan salah satu bentuk melestarikan adat tradisi budaya sesuai dengan arahan dan petunjuk pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Kami bersama masyarakat sekali lagi berharap dalam hal ini Dinas yang terkait untuk terus melakukan pembangunan baik akses jalan maupun pemugaran (Renovasi) terhadap tempat tempat yang seperti ini, sehingga kedepannya tempat yang kami miliki seperti ini bisa lebih menunjang dan meningkatkan pariwisata khususnya wisata religi yang ada di wilayah Utara Kabupaten Gunungkidul,” tandasnya.