joint venture dan tenaga kerja asing

PASARKAYU
Kudus, 14 Juli 2020

Banyak informasi hal tenaga asing di Inodnesia dan saham pada joint venture. Pada hari hari ini, knapa ? dan silahkan beri komentar

Diantaranya pemilikan saham, perhatikan warna biru.

Tanaga kerja, hal yang perlu disikapi seperti warna kuning


Perusahaan itu, PT Lima Satu Sankyo Industri Pangan merupakan kerja sama perusahaan Jepang, Sankyo Shokuhin Kabushiki Kaisha dengan PT Lima Satu milik Sjarif Adil Sagala dan Eka Widjaja Moeis. Perusahaan Jepang tersebut mendapat izin dari pemerintahnya untuk menanamkan modal di Indonesia pada 28 Desember 1968. Join venture ini bagian dari proyek Penanaman Modal Asing setelah dibukanya keran investasi asing dengan UU No. 1 tahun 1967.

Modal investasinya sebesar $401.274 dolar AS dengan perbandingan modal: 90 persen (Jepang) dan 10 persen (Indonesia). Modal Indonesia akan ditingkatkan setiap tahun. Data terakhir menunjukkan perbandingan modalnya: Sjarif Adil Sagala (65 persen), Eka Widjaja Moeis (25 persen), dan Sankyo Shokuhin Kabushiki Kaisha (15 persen).

Biasanya, mereka yang bisa bekerja sama dengan perusahaan Jepang, memiliki masa lalu yang berhubungan dengan Negeri Sakura itu. Eka Widjaja Moeis (bukan Eka Tjipta Widjaja, pendiri grup Sinar Mas) belum diketahui. Sedangkan Sjarif Adil Sagala kemungkinan mantan mahasiswa yang pernah belajar di Jepang. Dia salah seorang korban selamat dari bom atom yang menghancurkan Hiroshima.

Pembangunan pabrik kurang lebih satu tahun. Mesin dan bahan-bahan lainnya diimpor dari Jepang. Pekerjanya 70 orang Indonesia dan tiga ahli dari Jepang. Kapasitas produksinya 50 ribu bungkus per hari. Di Jepang sendiri pabriknya menghasilkan 6 juta bungkus per hari.

Irjen Departemen Perindustrian Brigjen TNI Barkah Tirtadijaya meresmikan pabrik itu pada Rabu pagi, 16 Juli 1969 di Ciracas, Cijantung, Jakarta Timur. Dalam sambutannya mewakili Menteri Perindustrian, Barkah mengatakan “akhir-akhir ini kita sudah mengenal super mie yang diimpor dari Jepang. Dengan didirikannya pabrik super mie ini di Indonesia, maka kita dapat menghemat devisa. Di samping itu, kita membuka lapangan kerja baru dan sekaligus mendidik tenaga ahli dalam bidang bersangkutan.”

Dengan demikian, PT Lima Satu Sankyo Industri Pangan resmi memproduksi mi instan pertama di Indonesia dengan merek Supermi.

Di samping untuk diedarkan ke seluruh Indonesia, Supermi juga diekspor. Majalah Ekspres, 21 Desember 1970, menyebut harga per bungkus Supermi dari pabrik Rp22,50 dan di pasaran Rp25. Daerah pasaran terkuat di Jawa Barat dan Sumatera Selatan.

Sumber : historia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

IFMAC & WOODMAC 2024