Gunungkidul, INAMEDIA.id – Kenduri atau kenduren atau ada juga yang menyebutnya kepungan, adalah acara kumpul bersama yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang mempunyai hajat dengan mengundang kerabat atau tetangga untuk ikut mendoakan agar segala sesuatu yang dihajatkan dari pihak tuan rumah atau penyelenggara dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Guru Besar Filsafat Budaya Jawa Prof. Dr. Sutrisno Wibowo, M.Pd., dalam penjelasannya memaparkan, tradisi kenduri ini merupakan tradisi yang sudah turun temurun dilakukan sejak zaman dahulu pada masyarakat Jawa sebelum ada agama masuk ke Jawa.
Lebih lanjut dikatakan oleh Profesor Sutrisno, konon katanya, tradisi kenduri yang ada di masyarakat Jawa ini dijadikan media oleh Walisanga yang menyebarkan ajaran Islam di Jawa.
Beberapa daerah di pedesaan Jawa memang masih banyak yang tetap memegang teguh tradisi warisan dari nenek moyangnya ini.
“Walaupun bentuknya sudah disesuaikan atau dimodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman, namun nilai spiritual yang ada tetap dipertahankan,” jelas Profesor (07/11/2022).
Dalam tradisi Jawa, Kenduri atau Kenduren ada beberapa macam, antara lain:
Kenduri Selapanan, Kenduri Puputan, Kenduri Wetonan, Kenduri Mitoni, Kenduri Kematian, Kenduri Syukuran, Kenduri Angsumdhahar dan Kenduri adat tradisi Rasulan.
“Tradisi Kenduri yang pada hahekatnya adalah semacam bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga mempunyai nilai positif secara sosial kemasyarakatan karena dapat menyambungkan tali silaturahmi dan dapat menciptakan kerukunan antar warga masyarakat,” paparnya kembali.
Pada zaman sekarang dan masa yang akan datang di sampaikan oleh mantan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini, kenduri masih banyak dilakukan oleh segala lingkup masyarakat baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan.
“Karena kenduri merupakan sebuah mekanisme sosial untuk merawat keutuhan, dengan cara untuk memulihkan keretakan, dan meneguhkan kembali cita-cita dan tujuan bersama, sekaligus melakukan kontrol sosial atas penyimpangan dari cita-cita dan tujuan bersama,” ungkapnya.
Seperti halnya adat tradisi Kenduri Rasulan yang dilakukan oleh masyarakat Kalurahan Karangduwet Kapanewon Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, pada Senin 07 November 2022.
Kenduri yang dilaksanakan adalah dalam rangka bersih desa atau Rasulan yang diikuti oleh seluruh pemerintah Kalurahan, Forkompimcam bersama masyarakat yang bertempat di Aula Balai Kalurahan Karangduwet, Kapanewon Paliyan.
Menurut Sugimin selaku Tokoh Masyarakat dan tetua Adat Kalurahan Karangduwet Kapanewon Paliyan, kenduri yang dilakukan hakekatnya adalah bentuk melestarikan adat tradisi warisan nenek moyang.
Yang salah satu bentuk kendurinya adalah dengan memberikan sebagian dari olahan makanan pokok yang kemudian diwujudkan dalam bentuk Shodaqoh.
“Dan itu pada hakekatnya Shodaqoh itu diperuntukkan untuk kita, selain itu adat tradisi Kenduri adalah salah satu bentuk menyampaikan permohonan kepada Tuhan untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat sekarang harus tetap melestarikan adat tradisi Kenduri, agar khalayak umum lebih bisa memahami tentang budaya dan harus bisa memilah tentang arti pelestarian budaya dan pemahaman tentang nilai agama.
“Justru kedepan akan ada misi bagaimana budaya itu menjadi budaya yang beragama, seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga, bagaimana pada saat itu budaya digunakan alat untuk mengembangkan Agama,” terangnya kembali.
Namun demikian dikatakan oleh Sugimin, Adat Tradisi budaya dalam pelaksanaannya juga harus diselaraskan dengan kondisi jaman.
” Tradisi seperti ini bagaimana kita bisa menumbuh kembangkan dan menggali makna yang terkandung di dalamnyanya, agar pemahaman adat tradisi yang oleh sebagian orang dikatakan musyrik bisa kita implementasikan dalam pelaksanaannya agar tidak menjadi Musyrik,” tutupnya.