BANYUWANGI, INAMEDIA.id – Dalam melestarikan budaya Jawa Paguyuban Tosan Aji Sapu Jagat Jember, Blambangan Antik Banyuwangi gelar sarasehan bersama di Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur. Kegiatan ini di hadiri sekitar 120 peserta dan sebagai wujud untuk menumbuhkan rasa cinta kepada budaya Jawa yang di tinggalkan oleh para leluhur.
Mbah Klinting Banyuwangi dan Hadi Sucipto yang lebih di kenal Ki Arya Teja Arum selaku koordinator pelaksana mengatakan, di era milenial saat ini ia merasa prihatin dengan generasi muda karena telah di landa degradasi budaya yang terjadi di wilayah Jember dan Banyuwangi.
“Generasi muda sudah tidak mengenal keris itu apa saja jenisnya, di era siapa dan asalnya dari mana”, ucap Hadi.
“Untuk itu kami sebagai pelaku pelestari budaya mengajak generasi muda untuk lebih peduli dengan budaya supaya di kenal oleh anak cucu kita kelak”, imbuhnya.
Seperti yang kita ketahui dalam sejarah bahwa sejak kerajaan Majapahit runtuh pada tahun 1527, Blambangan berdiri sendiri, namun dalam kurun waktu dua abad lebih (antara tahun 1546-1764) menjadi rebutan kerajaan di sekitarnya.
Antara lain kerajaan Demak dan Mataram di Jawa Tengah, juga kerajaan di Bali (Gelgel, Buleleng dan kemudian Kerajaan Mengwi) bergantian menyerang Blambangan dalam kurun dua abad itu.
Selama 42 tahun (1655 sampai 1697) terjadi 4 kali pemberontakan, dan 4 kali perpindahan ibu kota. Kedudukan istana di Kedawung di pindahkan ke Bayu (1655), kemudian ke Macanputih dan akhirnya ke Kutalateng.
Daerah Blambangan selain di kenal dengan pusaka keris yang luar biasa, wilayah ini ternyata memiliki segudang jenis tarian yang telah di ajarkan oleh para leluhur ke anak cucu. Adapun tarian yang sering di tampilkan ialah Tarian Padangulang dan Tarian Srikandi Blambangan. Kedua tarian itu sering muncul di event-event besar daerah Banyuwangi.