Suatu hari, kecelakaan menimpa kedua oma tersebut. Oma Angreta yang memiliki hobi memasak, kakinya tertimpa cobek sedangkan Oma Yuliana yang habis pulang berdagang sayur, terperosok ke selokan, sehingga kakinya patah.
Jemaat gereja berbondong bondong datang membesuk ke rumah Oma Angreta, sedangkan mereka hanya “memandang sebelah mata” kepada Oma Yuliana. Anak anak sekolah minggu membesuk dan mendoakan untuk kesembuhan Oma Yuliana.
Sebulan berlalu, kedua oma ini pulih dari sakitnya dan mulai beraktivitas kembali. Hari itu anak anak sekolah dasar di kota itu melaksanakan “hiking”, dan salah satu rutenya melewati perkebunan teh Oma Angreta. Salah satu anak menjadi korban tabrak lari dari mandor kebun teh itu, dan tidak ada yang menolong, karena teman temannya sudah jauh dari lokasi itu.
Oma Angreta yang lewat untuk mengontrol perkebunannya, malah meminta sopirnya jalan terus padahal ia melihat anak itu. Tak selang beberapa lama, lewatlah Oma Yuliana, yang baru berdagang sayur keliling. Ketika melihat anak yang kritis itu, dengan penuh kasih, ia membaringkannya dan membawanya ke rumah sakit di kota itu.
Beberapa hari kemudian, kesehatan anak itu pulih dan Oma Yuliana selalu mendampinginya selama di rumah sakit. Ternyata anak tersebut adalah keponakan kesayangan walikota. Atas jasanya, Oma Yuliana mendapatkan piagam penghargaan dan sebuah kios di pasar modern kota itu, sehingga tidak perlu berkeliling lagi.
Lalu bagaimana kita melihat kisah diatas dan apa yang disimpulkan dengan kisah tersebut? Ada beberapa Firman Tuhan yang mendasari kisah diatas, yaitu :
- Lukas 10:25-36 mengajarkan kepada kita tentang Hukum Cinta Kasih Yesus Kristus, yang mengisahkan Orang Samaria yang murah hati, menolong sesamanya yang dirampok habis habisan oleh penyamun dan meninggalkannya setengah mati.
- Matius 25:40 mengatakan,”Dan Raja itu akan menjawab mereka, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”.
Dari semua yang ada, dapat disimpulkan bahwa :
- Harga mati dari Kristus, dalam menjalankan aktivitas hidup, terutama dalam pelayanan, kita tidak boleh membeda bedakan status sosialnya, semua sama.
- Terkadang kita lupa diri kepada Tuhan yang memberikan berkat, baik harta, popularitas, dan jabatan, sehingga dalam hidup sehari hari hanya mengandalkan kekuatan dan kedagingan kita yang lemah.
- Pelayanan yang terbaik adalah tulus dari hati, sebagai wujud penyangkalan diri dan memikul Salib Kristus.
Tuhan Yesus Kristus memberkati kita semua.