SARA memaafkan

PASARKAYU
KASUS ADE SARA: CINTA BERUJUNG MAUT
credit: makassarbisnis.com

Masih ingat dengan kasus pembunuhan Mahasiswi 19 tahun bernama Ade Sara? Yang ngikutin perkembangan beritanya, pasti masih hapal. Dulu pas kasus ini lagi hangat, saya nggak begitu ngikutin karena waktu itu jaraaaang nonton TV. Tahunya cuman pas di acara Hitam Putih dan TV One, itupun telat hehehe.

Saya sempat nonton juga di Youtube. Beberapa psikolog yang diwawancarai mengenai kasus tersebut, ada di antara mereka yang menyatakan bahwa kedua tersangka pembunuh Ade Sara itu mempunyai indikasi Psikopat.

IKLAN

Sebenarnya saya pribadi kurang setuju dengan pernyataan psikolog tersebut karena kesannya langsung men-judge. Kecuali kalo psikolog tersebut memang orang yang menangani kasus itu, tentu tidak akan gamblang bicara demikian.

Bagi orang awam yang biasa nonton kasus pembunuhan yang berbentuk sadis kayak mutilasi atau sejenisnya itu, pasti banyak yang berceloteh, “Pembunuh berdarah dingin. Psikopat!” Tapi sejatinya, sebagai psikolog yang hanya mengamati tanpa “menyentuh” kasus itu, semestinya gak boleh langsung men-judge bahwa tersangka Hafitd dan Sifa itu adalah psikopat. Untuk memastikan apakah seseorang itu adalah psikopat, tentunya harus berdasarkan pada serangkaian tes dan hasil diagnosa yang valid. Observasi saja tidak cukup.

Kalau saya pribadi, melihat semua kasus pembunuhan termasuk kasus Sara ini, pasti memiliki motif. Kalau mau mengetahui motif itu sendiri, tentu tidak bisa hanya dengan mencomot atau mempercayai keterangan dari para pelaku atau saksi. Caranya bagaimana? Tentu kita harus mengurai benang panjang ke masa lalu kedua pelaku tersebut. Selain motif yang mungkin sudah mereka rencanakan, pasti ada faktor lain yang menyebabkan si pelaku mengambil jalan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan cara sadis seperti itu.

Kalau baca di berbagai sosmed termasuk blog, mayoritas menuliskan dari sumber yang sama. Tapi, saya kemudian memperoleh informasi yang sedikit berbeda. Ternyata memang benar, ada hal menarik lain yang sangat bisa menjadi faktor pencetus pelaku melakukan pembunuhan.

Flashback dulu deh ya ke ceritanya. Jadi, si Ade dan Hafitd ini pernah berpacaran. Terus, mereka akhirnya putus. Ade yang memiliki inisiatif untuk putus. Sayangnya si Hafitd ini tidak terima. Lucunya, di tengah ketidakmampuan Hafitd untuk move on dari Ade, ada wanita simpanan di belakangnya yaitu Sifa. Yaa bisa dibilang Sifa ini kekasih gelapnya gitu dah.

Karena tidak terima diputusin, Hafitd terus mengontak Ade tapi tak ada respon. SMS atau teleponnya ditolak/di-reject terus oleh Ade. Sikap avoidant (menghindar) yang dilakukan Ade inilah yang menjadi pemicu marahnya Hafitd. Di sisi lain, Sifa ini sangat cemburu karena mengetahui Hafitd masih mencintai Ade. Berdasarkan keterangan mamanya si Ade, Ade tuh nggak pernah mau berteman dengan Sifa karena menurut pengamatannya Sifa ini adalah gadis yang kurang baik. Jadi, pada awalnya memang sudah fix bahwa ada jarak di antara Ade dan Sifa.

Berhari-hari, Hafitd terus mengontak Ade, tapi ditolak lagi. Akhirnya bom molotov dalam hati Hafitd meledak sudah. Muncullah rasa frustrasi yang merupakan tanda ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhannya. Hafitd frustrasi karena gagal memenuhi kebutuhan kasih sayang. Ingin dicintai lagi oleh Ade, tapi tak pernah ada tanggapan baik dari pihak Ade. Sayangnya rasa frustasi ini justru diluapkan ke dalam bentuk negatif berupa tindakan agresi. Agresi ini maksudnya suatu tindakan yang bersifat merusak seperti menyerang, memaksa atau bentuk-bentuk kekerasan lain. Tindakan agresi ini lahir sebagai akibat dari rasa frustrasi seseorang yang tidak mampu mengendalikan dirinya. Yang menjadi buahnya adalah pikiran-pikiran negatif kemudian menguasai orang tersebut sehingga tidak lagi dapat berpikir jernih dan cenderung akan berbuat kerusakan yang mungkin saja bisa berakibat fatal.

Hafitd mulai merencanakan untuk membalas dendam kepada Ade. Pada waktu yang sama, Sifa pun ingin berniat jahat pada Ade namun mereka berdua beda motif. Yang satu tidak terima diputusin dan gagal move on, yang satunya karena cemburu buta. Untuk alur proses pembunuhannya tidak perlu saya jelaskan karena pasti kalian masih pada hapal, kan? 🙂

Mengingat dari keterangan pelaku, seorang psikolog forensik pernah angkat bicara. Terlepas dari apapun motif kedua pelaku ini, hal ini memunculkan bukti baru. Apakah itu? Menurutnya, kedua pelaku ini mungkin saja tidak berniat untuk membunuh. Mereka awalnya hanya berniat menyiksa/menganiaya korban. Penganiayaan ini dilakukan selama kurang lebih 7 jam di dalam mobil Hafitd. Korban dianiaya dengan alat kejut listrik bertegangan tinggi lalu mulutnya disumpelin sama kertas koran dan tissu. Nah, tindakan inilah yang kemudian tidak disadari oleh kedua pelaku bahwa apa yang mereka lakukan kemudian menyebabkan nyawa si Ade melayang. Akhirnya, yang tadinya mereka mau menghapus jejak, mereka malah bertindak ceroboh. Membuang mayat korban di pinggir jalan tol, salah satunya.

Whatever laah ya, yang jelas ujung dari penganiayaan itu toh juga sudah melenyapkan nyawa orang.

Tapi menariknya, pada proses penyelidikan, kita memperoleh sebuah fakta lain di balik siapa sebenarnya kedua pelaku tersebut. Yang paling banyak disorot oleh media waktu itu adalah si Hafitd ini karena dia yang paling dekat sama korban alias mantan pacarnya. Kata mamanya si Ade, Hafitd ini adalah anak orang kaya namun selalu saja suka berbuat onar terhadap orang lain termasuk pada Ade. Menurut tetangga, Hafitd ini bukan orang yang ramah, suka marah-marah dan pernah kepergok berbuat kasar pada mantan pacarnya yang lama.

Diketahui dari pola asuh keluarga pun juga sama “rusaknya”. Ternyata Hafitd ini memang merupakan tipe anak yang sejak kecil sudah mengalami kekurangan akan kebutuhan kasih sayang dari orang tua. Ortunya itu jarang sekali menyisihkan waktu untuk Hafitd, malah cenderung tidak diacuhkan kalau di rumah. Akibatnya, Hafitd sering mencari kepuasan akan kebutuhan tersebut di luar rumah. Jadi, dari fakta ini bisa juga tuh diambil benang merah bahwa perilaku agresi Hafitd terhadap Ade ini adalah sebuah akumulasi dari pola-pola frustrasi masa lalunya. Jika diberikan tes psikologi, mungkin saja akan keluar hasil interpretasi serupa mengenai pola agresi ini.

Jadi, ini bukan hanya soal cinta segitiga, guys. Masalah ini jauh lebih kompleks penyebabnya jika diulur ke belakang. Masalah cinta segitiga, perselingkuhan dan gagal move on di kalangan remaja ini padahal hanya sebuah masalah yang sangat bisa diatasi dengan cara yang simple pula. Karena memang si pelaku ini menyimpan benih-benih negatif lama dalam dirinya, akibatnya jalan penyelesaian yang ditempuh serba fatal.

Hmm.. miris juga sih. Lagi dan lagi berangkat dari persoalan berlabel cinta masa muda. Pacaran, selingkuh dan lain-lainnya memang bukan hal tabu lagi bagi para remaja seumuran mereka. Namun siapa sangka, ketika masalah-masalah kecil yang sebenarnya bisa diselesaikan secara baik-baik, malah berujung pada maut.

Sikap penghindaran yang dilakukan oleh Ade sebetulnya juga keliru. Kalau yang pernah saya tuliskan dalam buku #CKUS, cara seperti ini memang akan berbuah pahit. Kenapa? Yang namanya manusia itu sifatnya penuntut, kan? Ketika dihadapkan oleh situasi di mana dia harus memperoleh jawaban pasti sesegera mungkin, maka mau tidak mau, dia harus mendapatkannya agar hatinya lega dan puas.

Saya emang kagak pernah putus sama siapapun (mantan aja kagak punya, kalo mantan pembantu sih banyak hehe), jadi saya memang tidak tahu betul bagaimana sih perasaan orang kalau lagi putus. Tapi karena dulu banyak teman cewek dan cowok yang suka curhat sama saya masalah percintaan mereka, saya jadi paham bahwa pola hubungan yang beginian tuuuh emang dasarnya sudah tidak sehat. Kalau kata orang yang pernah pacaran, siapa sih yang mau putus dari pacar mereka? Tentu gak ada kan? Lucunya, banyak dari kaum muda-mudi seperti Ase, Hafitd dan Sifa malah meniru/mengimitasi problem solving dari lingkungan yang mana itu tidak baik untuk diterapkan. Jalan pintas, bisa dibilang begitu. Dengan melakukan pembunuhan atau menghilangkan jejak sesuatu yang menjadi sumber masalah sudah menjadi trend di era modern ini. Tapi sebetulnya bukannya malah menghilangkan masalahnya, justru mereka tidak sadar, masalah baru akan semakin banyak bermunculan.

Jadi buat siapapun kamu yang udah terlanjur pacaran, pernah putus atau yang mau putus sama pacar, tolong akhirilah dengan cara baik-baik. Komunikasikan pelan-pelan namun tegas dan mengena. Jangan tarik-ulur apalagi menghindar. Selain menimbulkan rasa penasaran dan penantian yang berbuah ketidakpastian di pihak si doi, nanti takutnya malah jadi malapetaka looh. Iihh ngeri, kan?

Kalau saya pribadi sih menyarankan lebih baik kagak usah pacaran deh ya. Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati?? 😀 hehehe…

Naah, kasus seperti ini seharusnya bisa jadi bahan pelajaran yang besar bagi kita sebagai muda-mudi (yaa saya kan masih mudaaa, 24 tahun masih single kan tergolong muda hehehe). Namanya manusia memang tempatnya khilaf. Tapi sebagai sesama manusia, baiknya kita saling ngingetin gitu yaa biar sama-sama aman terkendali juga.

Please Allah, udah cukup deh kasus yang kayak gini. Semoga ke depannya gak bakal ada lagi yang beginian. Males juga aslinya ngebahas topik pacaran mulu karena ujung-ujungnya polanya hampir sama sih.

Baiklah, sekian dari saya.
Semoga bermanfaat ^^

Sumber : d’ PARESMA

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

IFMAC & WOODMAC 2024